Usai wawancara dengan Bapak Dahlan Iskan di kediamannya, Surabaya. |
***
Tulisan ini merupakan hasil wawancara saya dengan Dahlan Iskan usai mengikuti
acara Suci Bershalawat Bersama Habib Syech bin Abdul Qodir di Suci, Manyar,
Gresik, Jawa Timur. Proses wawancara selama kurang lebih satu jam itu
ditempuh di atas mobil perjalanan dari Gresik ke Rumah Dahlan Iskan di
Surabaya.
Hingga kini, jamak
orang tidak tahu bahwa Dahlan Iskan memiliki kedekatan dengan kehidupan
pesantren. Kakeknya adalah salah satu pengasuh pesantren di Magetan. Bukan
hanya itu, ia juga hidup di lingkungan tarekat. Komunitas yang identik dengan
penggemblengan spiritual. Bagaimanakah ia memadukan potensi diri dengan batin?
Simak hasil wawancara di bawah ini.
Gerakan-gerakan
Anda diminati banyak orang. Perubahan di Jawa Pos, PLN, dan BUMN menjadi begitu
ramai dibicarakan. Apa komentar Anda?
Sebenarnya itu
merupakan proses yang panjang. Perubahan yang terlaksana karena kebiasaan yang
selama ini saya lakukan. Aktif bergerak dan belajar dari kegagalan-kegagalan.
Bagaimana melatihnya?
Setiap hari saya dihadapkan
pada banyak permasalahan. Tapi saya tidak pernah lari dari masalah. Jika orang ingin
sukses, maka jangan pernah lari dari persoalan. Orang yang menjauh dari
persoalan tidak akan sukses dalam hidupnya. Karena dia tidak pernah belajar memecahkan
persoalan.
Adakan rumus tertentu
dalam menyelesaikan masalah?
Cara memecahkan masalah
sangat variatif. Bisa dengang kelembutan, diplomasi, atau bahkan gertakan.
Dalam pembelajaran, seseorang bisa saja salah dalam mencari solusi. Tapi dengan
belajar dan belajar maka akan menemukan jalannya.
Kita perlu belajar
terus dalam menyelesaikan masalah. Meskipun persoalan itu tidak seperti
matematika yang dikerjakan dengan satu rumus. Sebab masalah itu seperti pelangi
yang gradasinya tak terbatas sehingga belum tentu masalah yang sama di tempat
berbeda dapat diselesaikan dengan cara yang sama. Orang yang menghadapi masalah
itu kadang bisa selesai kadang tidak. Selesai itu baik, tidak selesai juga baik
karena bisa menjadi pelajaran agar suatu hari tidak gagal lagi. Latihan itu
harus sejak dini.
Sejak kapankan Anda giat menyelesaikan ‘pelangi’ masalah?
Semenjak saya
sekolah dulu. Kebetulan saya sudah aktif di organisasi pesantren, tepatnya
Pesantren Sabilili Muttaqin, Magetan, Jawa Timur. Di sana saya belajar berorganisasi,
muhadzoroh, upacara, dan lain sebagainya. Kadang salah juga, tapi ya tidak
apa-apa, itu kan proses.
Kalau kita mau
belajar mengatasi masalah, maka puluhan, ribuan, atau bahkan jutaan masalah
akan dapat terselesakan dengan baik. Berpikir dan ikhtiyar adalah kunci utama.
Dengan keduanya ketajaman hati atau intuisi akan muncul. Apalagi kalau
dipadukan dengan dzikir, maka semakin sempurnalah proses itu.
Seberapakah pentingkah dzikir itu?
Ya sangat penting. Seperti
bershalawat tadi (Shalawat bersama Habib Syech bin Abdul Qodir dari Solo). Sebagai
usaha mendekatkan diri kepada Allah. Tempat untuk mengadukan masalah dan
menajamkan intuisi.
Apakah Anda memiliki dzikir tertentu?
Itu kan privasi.
Cuma kebetulan, saya hidup di lingkungan pesantren yang menganut sebuah
tarekat. Jadi dengan konsep tarekat itulah belajar tentang dzikir.
Tarekat apakah itu?
Tarekat Syattariyah.
Kebetulan pemimpin kami telah lama wafat sehingga saya bersama teman-teman
berkonsultasi kepada para ulama tentang keberlangsungan tarekat ini.
Diantaranya kami berkonsultasi kepada Hadratus Syaikh KH Abdullah Faqih
almarhum.
Teladan apa yang dapat Anda peroleh dari beliau?
Banyak sekali,
terutama tentang keikhlasan dan kesederhanaan. “Beliau adalah ulama penuh kharisma. Pancaran sinarnya cemerlang, membuat saya tidak mampu melihat wajah ketika memberikan dawuh-dawuh. Saya kira semua dawuh beliau tidak layak untuk ditinggalkan sedikitpun, semuanya baik. Terlebih pesan Beliau untuk berperilaku ikhlas. Luar biasa." tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar